fakta sosial

BAB I
PENDAHULUAN

Latar belakang
Setiap praktik sosial yang nampak dalam kacamata realitas, sekilas tampak dari sebuah kesadaran yang terstruktur secara rapi, namun di balik praktik praktik itu ada hal yang memaksa individu secara tidak sadar untuk bertindak maupun berperilaku. Kondisi ini secara tidak sadar mempengaruhi individu dalam setiap perbuatannya.
Adanya internalisasi nilai nilai inilah yang membuat masyarakat secara kolektif mampu saling menjaga kebudayaan yang merupakan gagasan kolektif. Sehingga jika muncul sebuah praktik dimana kondisi kebuadayaan tidak menerimanya maka akan hadir sebuah sanksi secara sosial dimana dia berada.
Deviant adalah sebuah istilah yang menunjuk kepada individu atau sebagian orang yang melakukan sebuah praktik sosial yang tidak bisa di terima oleh nilai nilai sebuah kebuadayaan diamana dia berada. Senantiasa ada hal yang menjaga kebuadayaan ini agar selalu berada dalam kondisi nilai yang telah ada sejak dulu.
Keadaan yang seperti ini coba di jelaskan oleh Emile Durkheim sebagai fakta sosial yang merupakan aliran sosiologi positif dengan pengkajian berasal dari atribut eksternalitas mencakup struktur sosial, norma kebudayaan, dan nilai sosial, fakta sosial bila menurut konteks konsepsi Émile Durkheim didalamnya dapat meliputi kesadaran kolektif dan representasi kolektif berkaitan dengan cara bertindak yang berasal dari elaborasi kolektif yang dijabarkan karena adanya aturan hukum yang bersifat otoritatif termasuk didalamnya praktik keagamaan ataupun yang sekuler yang tertuang dalam norma-norma dan institusi adalah contoh dari fakta-fakta sosial yang berbentuk baku yang berasal dari kelompok praktik diambil secara kolektif dan dengan demikian terdapat adanya pemaksaan diri dan internalisasi yang dilakukan oleh para individu oleh karena secara kolektif telah diuraikan sehingga dapat membatasi moral dan perilaku dari tiap-tiap individu.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian

Fakta sosial pertama kali diperkenalkan pada abad ke-19 oleh sosiolog Perancis Emile Durkheim dan banyak mempengaruhi analisa Durkheim ketika dalam meneliti masyarakat, antara lain mengatakan struktur sosial, norma kebudayaan, dan nilai sosial yang dimasukan dan dipaksakan kepada pelaku sosial. Sementara Auguste Comte bermimpi untuk menjadikan ilmu sosiologi sebagai disiplin ilmu yang luas, yang berisi semua ”the queen of sciences”,.

Durkheim tidak seambisius itu. Durkheim bertujuan agar sosiologi memiliki dasar positivisme yang kuat, sebagai ilmu di antara ilmu yang lain. Ia berpendapat bahwa setiap ilmu tertentu harus memiliki subyek pembahasan yang unik dan berbeda dengan ilmu lain, namun harus dapat diteliti secara empiris. Keragaman dalam fenomena yang sedang diteliti, menurut Durkheim, harus dapat dijelaskan oleh sebab-sebab yang juga tercakup dalam bidang ilmu tersebut. Sebagai konsekuensinya, Durkheim menyatakan bahwa sosiologi harus menjadi 'ilmu dari fakta sosial. Metode sosiologis yang dipraktikkan harus bersandar sepenuhnya pada prinsip dasar bahwa fakta sosial harus dipelajari sebagai materi,yakni sebagai realitas eksternal dari seorang individu.

Dalam buku Rules of Sociological Method, Durkheim menulis: “Fakta sosial adalah setiap cara bertindak, baik tetap maupun tidak, yang bisa menjadi pengaruh atau hambatan eksternal bagi seorang individu."

Dalam sudut pandang Durkheim, sosiologi sederhananya adalah 'ilmu dari fakta sosial'. Oleh karena itu, tugas dari para ahli sosiologi adalah mencari hubungan antara fakta-fakta sosial dan menyingkapkan hukum yang berlaku. Setelah hukum dalam struktur sosial ini ditemukan, baru kemudian para ahli sosiologi dapat menentukan apakah suatu masyarakat dalam keadaan 'sehat' atau 'patologis' dan kemudian menyarankan perbaikan yang sesuai.

B. Karakteristik

Untuk mengetahui apa itu fakta sosial, kita dapat mengenalinya dengan ciri ciri sebagi berikut:

1. Eksternal, di luar dari diri individu
2. Memaksa, sifat dari fakta sosial ini secara tidak sadar mempengaruhi dan memaksa individu melakukan praktik praktik sosialnya
3. Berlaku secara Universal, dalam artian kemana pun kita mengahadapkan wajah maka di situ juga terdapat wajah fakta sosial sesuai dengan nilai kebudayaan yang berlaku.




Fakta sosial memiliki 2 tipe yaitu :

• Fakta sosial material : Yaitu barang sesuatu yang dapat disimak, ditangkap, dan diobservasi. Dalam hal ini adalah struktur sosial dan manifiestasinya dalam bentuk yang paling kuat adalah Negara.
• Fakta sosial Non material : Yaitu sesuatu yang dianggap nyata ( eksternal ) dan mempengaruhi individu. Dalam hal ini adalah pranata sosial dalam bentuk norma atau nilai nilai


C. Fakta sosial

Sebelum melangkah lebih jauh tentang fakta sosial terlebih dahulu kita akan melihat pembagian tipe solidaritas masyarakat menurut Durkheim.
a. Solidaritas mekanis
Ada 3 ciri untuk melihat sebuah kondisi masyarakat sebagai sebuah solidaritas mekanis yaitu :
1. Bersifat homogen, dimana terjadi sebuah kesamaan dalam masyarakat baik kondisi fisik maupun psikologis bahkan kesamaan dalam model pekerjaan. Jadi apabila semakin banyak persamaan maka akan semakin mekanis pula sebua hubungan. Contoh, orang Makassar yang kuliah di jawa akan sangat mekanis hubungannya dengan sesamanya orang Makassar daripada teman selain Makassar.
2. Pembagian kerja sederhana, kondisi pekerjaan masayarakat mekanis cenderung sedikit. Biasanya kelompok masyarakat mekanis banyak di temukan di pedesaan, karena di desa jika kita melihat lapangan pekerjaannya itu sangat terbatas, jadi kalau bukan bercocok tanam, menjadi nelayan dan lain sebagainya. Intinya pembagian kerja yang terjadi sangat terbatas.
3. Hukum bersifat represif, artinya apabila ada sebuah pelanggaran yang terjadi maka semua anggota berhak untuk melakukan sebuah penghukuman. Misalnya di dalam sebuah desa jika ada pencuri dan ditangkap biasanya di lakukan pengeroyokan.

Hal tersebut diatas menjadi penjelas tentang yang mana yang di maksud dengan solidaritas mekanis. Namun dalam perkembangannya telah banyak tereduksi hal hal yang menjadi cirri khas masyarakat mekanis dalam hal ini masyarakat desa, banyak diantara mereka mulai berperangai seperti masyarakat kota.
b. Solidaritas organic
Begitupun dengan masyarakat yang bertipe organic memiliki 3 ciri sebagai berikut :
1. Bersifat heterogen, dimana kondisi masyarakat yang ada adalah masyarakat yang berasal dari berbagai latar belakang yang berbeda, sepertai agama, budaya, maupun kultus. Misalnya kita dapat melihatnya dalam masyarakat perkotaan.
2. Pembagian kerja kompleks, artinya hampir semua jenis pekerjaan, ada orang yang telah melakukanya. Mulai dari tukang semir sepatu, penjaga parker sampai direktur utama sebuah perusahaan.
3. Hukum bersifat restitutif, artinya apabila ada seseorang yang melakukan sebuah pelanggaran, ada lembaga tertentu yang akan menanganinya. Seperti kepolisian dan lain lain.
Kondisi masyarakat organic dapat kita ketemui dalam masyarakat perkotaan dimana semua orang tidak saling mengenal lagi, sehingga hubungan yang ada tidak lagi berdasarkan saling mengenal tapi berdasarkan kondisi pekerjaan atau kepentingan yang mempertemukannya. Dimana “aku” hanya berlaku pada diri sendiri dan keluarga, berbeda dengan masyarakat pedesaan dimana “aku” adalah kita.
Ada hal yang penting yang harus di perhatikan dalam masyarakat organic dan mekanik. Menurut Durkheim, dalam sebuah masyarakat organic tidak menutup kemungkinan terjadi sebuah masyarakat mekanik dalam kelompok kecil, hal ini terjadi dari kompleksitas masyarakat organic ditemukan beberapa kesamaan sehingga membentuk tipe solidaritas mekanik.

C.1. fakta sosial non material
Fakta sosial non material adalah fakta sosial yang mengikat individu dan memaksanya melakukan sebuah tindakan sosial berdasarkan nilai nilai dan norma dalam hal ini pranata sosial. Mengapa individu tidak bisa bebas melakukan hal yang dia inginkan karena ada norma yang mengatur tentang tata cara berperilaku yang telah diajarkan baik itu oleh keluarga, pendidikan maupun budaya.
Dalam masyarakat kita, mengapa kita harus berjabat tangan dengan menggunakan tangan kanan? Tidak hal khusus yang mampu menjelaskan secara ilmiah hal ini, walaupun strukturalisme lavi’ strauss mengaangap hal ini terjadi karena ada “deep structure” yang mengatur itu. Masalah nya adalah hal ini telah terjadi mulai dari nenek moyang kita sampai sekarang. Mengapa kita tidak berjabat tangan dengan menggunakan tangan kiri? Karena ketika kita melakukan jabat tangan dengan menggunakan tangan kiri maka kita anggap dianggap aneh, oleh orang orang di sekitar kita. Normal sosial di bentuk dari :
1. Cara (usage) : sebuah norma sosial muncul karena sebuah “cara” misalnya jika ada sekelompok orang makan kemudian salah seorang diantara mereka makan dengan cara membunyikan sendo di piringnya maka semua orang di sekitarnya akan merasa risih sehingga muncullah sebuah norma karena melihat cara.
2. Kebiasaan (Folkways) : jika ada sebuah kebiasan yang individu lakukan dan dianggap kebiasaan itu merupakan hal buruk bagi orang lain maka akan timbul sebuah stereotype buruk bagi orang orang disekitarnya.
3. Tata kelakuan (Mores) : adalah sebuah system kelakuan dari individu yang dianggap tidak sesuai dengan definisi umum masyarakat. Bisanya hal ini dalam sebuah sifat atau moralitas.
4. Adat istiadat (Custom) : adalah sebuah bangunan suara hati kolektif yang terjadi secara turun temurun. Misalnya larangan kawin sumbang yang ada dalam masyarakat kita, tidak akan di benarkan karena hal ini telah ada sejak dulu dan sifatnya alamiah.
Sehingga kita sebagai individu akan senantiasa terbatasi oleh nilai dan norma tersebut.
Setiap norma yang di anut oleh sebuah komunitas atau budaya tertentu sangat berbeda antara satu sama lain, misalnya hal hal yang menjadi norma dalam suku tertentu bisa berbeda dengan norma di suku lain.

C.2. fakta sosial material
Fakta sosial ini sangat nyata, apa pun di luar dari diri individu ataupun kelompok akan senantiasa mempengaruhi semua praktik sosial yang kita lakukan. Dalam bangku perkuliahan senantiasa kita selalu menjaga sikap dan cara bicara kita terhadap dosen. Hal ini terjadi karena ada nya struktur sosial yang melekat dan memiliki kekuatan terhadap dirinya sebagai dosen, sehingga membuat kita tunduk taat dan patuh.
Kemampuan fakta sosial mempengaruhi individu, tidak akan pernah bisa dinafikkan, sebab tidak ada alas an untuk tidak melakukan semua hal yang secara tidak sadar di atur oleh fakta sosial. Jika lampu traffic light berwarna merah, maka secara otomatis semua kendaraan akan berhenti. Lampu merah ini juga termasuk fakta sosial. Pertanyaannya adalah mengapa masih ada saja orang yang tetap melanggar lampu merah? Tetap saja jawabannya kembali ke fakta sosial, kondisi di mana orang melakukan pelanggaran terhadap lampu merah di sebabkan misalnya karena tidak ada polisi yang menjaga sehingga merasa bebas untuk melanggar. Konsdisi ini tetap di sebut sebagai fakta sosial karena ibarat sebuah takdir kita tidak akan bisa lepas dari sebuah takdir tapi menghapiri jenis takdir lain, begitupun ibaratnya dengan fakta sosial.

C,3. Fakta sosial sebagai penghambat cita cita marx di Indonesia

Manifiestasi fakta sosial yang bisa di lihat secara jelas adalah Negara. Dimana Negara ini memiliki aturan aturan secara tertulis dan memiliki nilai nilai yang diatur secara kolektif dimana nilai ini harus mengikat semua warga negaranya. Sehingga Negara cenderung menjadi sebuah rumah ide secara holistic mempengaruhi pemikiran warga negaranya.
Untuk menanamkan nilai nilai yang menjadi ideology sebuah Negara adalah dengan membuat institusi institusi sosial dimana pentransformasian nilai bisa di lakukan, seperti di lembaga pendidikan agama bahkan sayangnya keluargalah sebagai proses pencangkokan nilai nilai yang utama. Jadi apapun kondisi intelektualitas secara umum warga Negara sebuah bangsa merupakan sebuah settingan penyusupan ideology Negara yang menjadi sebuah cita cita.
Menurut lois altusher untuk menjaga kelanggengan sebuah Negara maka ada 2 hal yang harus ada yaitu;
1. apparatus ideologis yaitu sebuah lembaga khusus yang menangani penyusupan nilai nilai seperti pendidikan dan lain lain.
2. apparatus refresif yaitu sebuah lembaga yang menangani individu yang mencoba menolak muatan nilai nilai yang di tanamkan dengan melakukan perlawanan. Seperti melakukan aksi demonstrasi.
Diindonesia sendiri system pemerintahan kita mulai belajar menggunakan system demokrasi dimana semua orang dapat terlibat berpartisipasi, kontekstasi dan liberalisasi, sehingga secara dominan melihat kondisi di Indonesia kita telah memasuki sebuah babakan baru sejarah dalam kondisi kekinian yaitu era dimana semua hal menjadi tidak jelas atau biasa di sebut dengan kondisi postmodernitas.
Indonesia sebagai sebuah Negara yang mulai berfikir untuk ikut terlibat dalam persaingan pasar bebas, mengharus kan Indonesia mau tidak mau melakukan perbaikan secara nyata dalam bentuk infrastruktur. Hampir di tiap kota di Negara ini memiki pusat pusat perbelanjaan, tempat tempat hiburan yang mampu menyajikan sebuah realitas baru yang kita inginkan.
Melirik dalam wilayah pendidikan, saat ini di beberapa universitas di Indonesia telah menerapkan system BHP (badan hokum pendidikan). Di mana bhp ini menurut Negara, nantinya akan mampu mencetak sarjana sarjana yang siap pakai yang didukung dengan infrastruktur pengajaran yang memadai. Dan tentunya dosen dosen yang mengajar juga harus berkualitas, dengan adanya bhp ini dosen kemudian di seleksi untuk mengajar di universitas yang menerapakan system bhp. Karena sering kita jumpai banyak professor di universitas namun hanya sedikit saja diantara mereka yang mampu mebuat buku.
Jadi dalam konteks kekinian dalam kacamata paradigm fakta sosial akan senantiasa menjaga stabilitas Negara, dengan tetap meberikan alur yang harus dilalui oleh warga negaranya.
Di sisi lain jika kita sedikit menengok kebelakang ada seorang pemikir jerman, Karl Marx yang senantiasa berfikir bahwa hubungan sosial yang terjadi adalah hubungan konflik dimana ada sebuah kelompok yang menguasai (borjuis) dan ada kelompok yang di kuasai (proletar). Sehingga harus terjadi penyamarataankepemilikan. Karena dianggap dulunya semua yang menjadi kebutuhan manusia telah disediakan oleh alam. Dan alam mampu mencukupi semuanya, sehingga dulunya orang hanya mengambil seperlunya saja. Namun seiring dengan perkembangannya marx menganggap bahwa adanya watak akumulasi yang menjadi cirri dari kapitalisme yang membuat orang orang menjadi serakah.
Marx membagi berapa babakan sejarah kehidupan masyarakatt
1. komunal primitive : adalah kondisi dimana manusia mampu memenuhi kebutuhannya hanya dengan cara mengambil bahan bakunya dari alam seperti berburu binatang dan sebagainya. Menurut marx dalam kondisi ini semua memiliki hak yang sama namun jika kita lihat lebih jauh lagi sesungguhnya jika ada sepuluh orang anggota klan, mau tidak mau, pasti akan ada salah seorang diantara mereka yang memiliki kemampuan lebih dari yang lainnya sehingga secara gamblang terlihat tidak adanya kesamarataan.
2. feodalisme : kondisi ini dimana masyarakat telah mulai menetap dan bercocok tanam, jadi orang yang memiliki kemampuan lebih diantara yang lain akan memiliki tanah yang tentunya lebih luas. Sehingga bagi mereka yang tidak memiliki tanah akan senantiasa bekerja pada sang pemilik tanah.
3. kapitalisme. : adalah kondisi dimana masyrakat telah masuk pada zaman dimana ada alat produksi yang hanya dimiliki oleh segelintir orang. Seiring dengan berkembangnya zaman kapitalisme ini terus mengalamai perkembangan seperti yang kita liat sekarang.
4. sosialisme : adalah kondisi awal yang terjadi setelah penghancuran kapitalisme dimana alat produksi dimiliki secara bersama.
5. komunal modern : kondisi dimana semua masyrakat dalam keadaan sama.
Masalahnya adalah mengapa sampai sekarang kapitalisme atau dalam bahasa lain kondisi modernitas ini tetap saja bertakhta hingga sekarang, mengapa ramalan marx sangat sulit untuk terjadi?.
Kapitalisme tidak mudah untuk di taklukkan, walaupun di Negara kita sangat tidak mau dianggap sebagai Negara kapitalis, tapi malu malu juga untuk menyebut diri sebagai socialism. Diantaranya kapitalisme belum bisas hancur karena memiliki beberapa kekuatan :
Pertama, daya adaptasi dan transformasi kapitalisme yang sangat tinggi, sehingga ia mampu menyerap dan memodifikasi setiap kritik dan rintangan untuk memperkuat eksistensinya. Sebagai contoh, bagaimana ancaman pemberontakan kaum buruh yang diramalkan Marx tidak terwujud, karena di satu sisi, kaum buruh mengalami pembekuan kesadaran kritis (reifikasi), dan di lain sisi, kelas borjuasi kapital melalui negara memberikan "kebaikan hati" kepada kaum buruh dengan konsep "welfare state". Pada gilirannya, kaum kapitalis memperoleh persetujuan (consent) untuk mendominasi masyarakat melalui apa yang disebut Gramsci sebagai hegemoni ekonomi, politik, budaya; atau seperti yang disebutkan Heilbroner bahwa rezim kapital memiliki kemampuan untuk memperoleh kepatuhan massa dengan memunculkan "patriotisme" ekonomik.
Kedua, berkaitan dengan yang pertama, tingginya kemampuan adaptasi kapitalisme dapat dilacak kepada waktu inheren pada hakekat kapitalisme, yaitu dorongan untuk berkuasa dan perwujudan diri melalui kekayaan. Atas dasar itulah diantaranya, maka Peter Berger dalam Revolusi Kapitalis berani bertaruh bahwa masa depan ekonomi dunia berada dalam genggaman kapitalisme.
Ketiga, kreativitas budaya kapitalisme dan kapasitasnya menyerap ide-ide serta toleransi terhadap berbagai pemikiran. Menurut Rand, kebebasan dan hak individu memberi ruang gerak manusia dalam berinovasi dan berkarya demi tercapainya keberlangsungan hidup dan kebahagiaan. Dengan dasar pemikiran ini, Bernard Murchland dalam dengan penuh keyakinan menaruh harapan bahwa kapitalisme demokratis adalah humanisme yang dapat menyelamatkan peradaban manusia di masa depan.

Sehingga hal inilah yang membuat mengapa kondisi ideal yang marx inginkan sangat sulit untuk dicapai. Fakta sosial sebagai sebuah paradigm dalam sosiologi senantiasa dapat menjaga staus quois yang ada. Dan selain itu ada beberapa varian teori yang bernaung dibawah payung paradigm fakta sosial ini, seperti structural fungsional dan teori konflik. Yang senantiasa di perbaharui untuk selalu mendukung proses sosial budaya dominan yang ada.
Individu tidak akan pernah bisa lepas dari jeratan fakta sosial, sehingga kuasa untuk melawan kondisi ini seperti yang ditawarkan oleh marx hamper bisa dipastikan sangat sulit. Seperti yang saya kemukakan diatas bahwa Negara sebagai perwujudan fakta sosial akan senantiasa menjaganya baik melalui apparatus ideologisnya maupun apparatus repressifnya.
Sadisnya seperti yang struktual fungsional doktrinkan seharus tidak usah melawan cukup dengan menerima saja semua hal yang sudah terjadi karena semua ini sangat fungsional. Karena menurut teori ini Dalam struktur sosial di suatu komunitas, individu ditempatkan dalam suatu posisi yang mempunyai suatu fungsi yang sudah pasti melekat padanya. Fungsi itu secara alamiah akan menempel pada individu yang ada dalam suatu komunitas. Masing masing strata dalam manyarakat akan menerima secara otomatis fungsi dari strata tersebut.
Dalam dimensi sejarah kekinian ini dimana kita terjebak di ruang simulacrum yang menciptakan kondisi hyper realitas. Segala hal telah disodorkan oleh Negara, nilai, norma, ideology, kepentingan prestisius menjadi komoditas sehari hari di masyarakat kita.
Lalu bagaimana kita selanjutnya????

BAB III
PENUTUP

Walau terlihat begitu jelas fakta sosial ini mengungkung individu, bukan berarti kita tidak bisa setidaknya melakukan sedikit teobosan umpang silang untuk melakukan perlawanan. Hanya saja kita tidak harus senantiasa mengarahkan arah perubahan kita hanya berkutat pada satu arah.
Pemikiran kita harus kaya untuk membedah realitas sosial di depan mata kita, dalam zaman ini kekerasan fisik tidak lagi menjadi sebuah gerakan yang seksi, karena yang menjadi musuh kita adalah sesuatu yang tak terlihat karena dia adalah sebuah system watak yang terstruktur secara rapi kemudian dikemas dengan berbagai hal untuk mempengaruhi individu.
Karena kita telah memasuki zaman teks sentries dimana bukan hanya struktur sosial saja yang menjadi lahan tapi juga struktur linguistic. Sehingga penting bagi kita mengetahui wacana apa yang sedang disisipkan kepada kita. Agar semua yang ditawarkan kepada kita mampu terbaca kepentingan dibalik itu.
Jika semua orang sudah sampai kepada hal ini , dimana ini bisa di sebut dengan kondisi kesadaran bebas teks. Atau dengan kata lain kita mapu menelanjangi semua hal yang menjadi nilai dari Negara ini. Dengan demikian maka akan sampai pada kesadaran partisipatif, dimana semua orang pasti akan melawan. Persoalan metodologi dan varian gerakan yang berbeda tidak akan menjadi masalah karena tetap tujuan kita sama. Yang menjadi masalah adalah apabila kesadaran bebas teks kita berbeda maka untuk sampai pada sebuah gerakan akan saling bertabrakan.

Komentar