kekerasan kelompok atas nama agama



agama dalam kamus besar bahasa Indonesia adalah sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya. Sehingga agama mengatur dan mengajarkan tentang tata cara berperilaku.

Émile Durkheim mengatakan bahwa agama adalah suatu sistem yang terpadu yang terdiri atas kepercayaan dan praktik yang berhubungan dengan hal yang suci. Kita sebagai umat beragama semaksimal mungkin berusaha untuk terus meningkatkan keimanan kita melalui rutinitas beribadah, mencapai rohani yang sempurna kesuciannya

Indonesia sebagai Negara yang majemuk berasal dari berbagai latar belakang yang berbeda telah menjamin kemerdekaan manusia dalam memeluk agama dan bebas memiliki keyakinannya tertuang pada pasal 29 ayat 2. Walaupun pada dasarnya Negara ini mayoritas memeluk agama islam.

Disisi lain pada pasal 28 negara menjamin Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan sehingga bermunculanlah kelompok kelompok atau ormas yang mengatasnamakan sebagai kelompok agama. Namun kelompok atau ormas tersebut harus tetap berazaskan pancasila.

Pada periode kekuasaan pemerintahan soeharto semua organisasi baik kemasyarakatan, kepemudaan, maupun organisasi mahasiswa harus berazaskan pancasila dan jika ada organisasi yang tidak berazaskan pancasila akan di bubarkan.
Dan setelah runtuhnya rezim orde baru tersebut organisasi organisasi keagamaan kembali pada azas azas yang sesuai dengan agamanya. Karena Negara ini dominan pemeluk agama islam maka banyak organisasi keagamaan islam yang berazaskan islam atau syariat islam.
Yang paling controversial adalah adanya organisasi kemasyarakatan yang berazaskan syariat islam melakukan serangkaian kegiatan penertiban yang berujung pada kekerasan dan pengrusakan property milik pribadi.

Menurut hemat penulis kekerasan atas nama agama terjadi karena adanya sekelompok orang yeng memiliki tafsiran atas agama dan merasa tafsirannya adalah yang paling benar. Sedangkan kita ketahui ada banyak aliran dalam agama sehingga bagaimana mungkin ada sekelompok orang yang merasa paling benar. Sayangnya Negara telah memberikan otorisasi itu secara implicit, misalnya penyerangan penyerangan atas nama agama seolah kebal hukum.

Menurut Muslim Moderate Society (MMC) mencatat sepanjang 2009 hingga 2011 tidak kurang dari 152 kasus kekerasan atas nama agama melibatkan Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) brutal. Kekerasan tersebut terjadi secara terorganisir dan sistematis, karena dilakukan dengan perencanaan matang. Ketua MMC, Zuhaeri Misrawi, menyatakan aksi kekerasan tersebut tidak ditindak tegas, karena hanya menyeret individu-individu yang terlibat dalam penyerangan. Sedangkan Ormas brutal yang terlibat didalamnya tidak ditindak tegas. "Faktanya ormas tersebut masih tetap beraktifitas

Proses hukum terhadap kasus-kasus kekerasan yang mengatasnamakan agama selama ini belum mampu memberikan efek jera terhadap para pelakunya. Hal ini diakibatkan karena kurangnya pemahaman aparat penegak hukum dalam menilai kejahatan yang mempunyai dimensi kebencian kepada kelompok tertentu. Minimnya hukuman akan berakibat bahwa para pelaku tidak merasa perbuatannya salah atau bahkan menyesalinya, sehingga hal itu berpotensi terjadi pengulangan dalam kasus-kasus yang mempunyai konteks yang sama di berbagai tempat.

Pengadilan sebagai benteng mengawal hak asasi, seharusnya bisa memberikan hukuman setimpal terhadap para pelaku kekerasan. Jika dalam tuntutannya memang rendah, bisa saja Majelis Hakim menghukum pelaku dengan vonis lebih tinggi dari tuntutan. Putusan Hakim yang memberikan hukuman minim juga sebenarnya adalah dampak dari keseluruhan proses yang memang terlanjur menganggap kejahatan-kejahatan tersebut sebagai “kriminal murni”, dalam arti putusan tersebut tidak hanya hasil dari pendapat Majelis Hakim yang memeriksa perkara, tetapi termasuk juga hasil dari penyidikan di Kepolisian, dan penuntutan yang dilakukan Kejaksaan. Mereka tidak menganggapnya sebagai tindak kejahatan serius, dan berakibat minimnya upaya untuk mengungkapkan fakta di persidangan. Inilah mengapa Pengadilan tidak bisa menjawab soal itu dan menghukumnya dengan teramat rendah.

Kasus yang palik marak dibicarakan akhir akhir ini adalah pelarangan konser lady gaga yang di boikot oleh front pembela islam (fpi). Karena lady gaga diangap sebagai antek iluminati yang mengajarkan tentang pemujaan setan, sehingga pihak FPI berdalih bahwa kedatangan lady gaga ke Indonesia justru akan merusak moral bangsa.

Padahal jika melihat secara cermat kasus ini bukan FPI yang memiliki hak untuk melarang lady gaga hadir di Indonesia melainkan Negara dengan pemerintah terkait. Tapi atas dasar apa FPI tiba tiba seolah punya izin (dari tuhan) untuk menghentikan konser tersebut dan mengangap merusak moral bangasa?. Bahkan polisi sebagai aparat penegak hukum justru ikut ikutan terhadap pelarangan ini, apa jadinya masyarakat jika aparat penegak hukum kita saja seolah olah takut dengan ancaman dari sekolompok organisasi keagamaan bergaris keras (ekstrim).

Atau pada kasus irshad mandji yang diserang oleh kelompok radikal Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) menyerbu kantor LKiS, Yogjakarta.

Ada banyak penyerangan penyerangan yang dilakukan oleh kelompok garis keras kepada apa yang mereka anggap sebagai sesuatu yang sesat, padahal sesat itu hanya menurut segolongan kaum saja dan itu hanyalah opini belaka. Sekali lagi bukankah Negara telah menjami kemerdekaan memeluk agama dan keyakinan?

Seharusnya sudah waktunya membubarkan kelompok kelompok ekstrim tersebut kerana perbuatan perbuatan mereka telah meresahkan masyarakat umum. Kondisi ini tidak memberikan rasa nyaman beribadah kepada orang lain justru saat beribadah di penuhi rasa was was.

Dalam filsafat kebenaran adalah hal yang mutlak namun memaksakan apa yang dianggap kebenaran ke[pada orang lain adalah pelanggaran terhadap hak azasi manusia. Karena dominasi golongan terhadap golongan lain adalah akara perpecahan.

Dan parahnya adalah ketika sebuah golongan merasa telah mengantungi kebenaran yang paling mutlak dan tidak menghargai lagi adanya perbedaan.

Negara harusnya jeli melihat persoalan ini bukan dengan diam seribu bahasa karena Negara harus menjamin hak hidup orang banyak dengan kedamaian.

*dikutip dari berbagai sumber

Komentar

  1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  2. referensi tuk tgs sosiologi agama...
    thanksss...

    BalasHapus
  3. How to win at a slot machine - JT Hub
    How to win at a slot machine a 용인 출장마사지 machine is 여수 출장마사지 the same as it is 목포 출장샵 in poker machines, as a 오산 출장안마 casino, casino games, and skill 대구광역 출장샵 games.

    BalasHapus

Posting Komentar